Selamat Datang di KOIN

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum dolore eu fugiat nulla pariatur. Excepteur sint occaecat cupidatat non proident, sunt in culpa qui officia deserunt mollit anim id est laborum. ed ut perspiciatis unde omnis iste.

Sponsors

Rabu, 22 Juni 2011

Bedah Film "Black Hawk Down"





Kajian Organisasi Internasional (KOIN) Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta mengadakan kegiatan bedah film. Adapun film yang akan dibedah kali ini yakni film Black Hawk Down yang ddisutradarai oleh Ridley Scott, yang juga pernah menyutradarai film Gladiator.
       Bagi teman-teman yang ingin bergabung dalam kegiatan ini, bisa langsung datang ke Lab Organisasi Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta pada hari Sabtu, 25 Juni 2011 pukul 09.00-12.00. Kehadiran dan partisipasi dari teman-teman kami tunggu. Jangan lupa datang ya ! Salam.

Selasa, 21 Juni 2011

Indonesia dan KTT ke-18 ASEAN 2011

Association of Southeast Asian Nations atau yang lebih dikenal dengan ASEAN merupakan sebuah organisasi internasional dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bankok oleh IndonesiaMalaysiaFilipinaSingapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, memajukan perkembangan sosial, dan pembangunan kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian dan keamanan di kawasan regionalnya. Sejak berdirinya, ASEAN telah memungkinkan terciptanya keadaan kawasan yang damai dan stabil, yang memungkinkan negara-negara di kawasan untuk membangun kerja sama antar negara-negara anggota dan mencapai kesejahteraannya. 
            Baru-baru ini, Indonesia ditunjuk sebagai ketua ASEAN kembali pada tanggal 1 Januari 2011 setelah menutup KTT ASEAN ke-17 di Hanoi, Vetnam(1). Sebagai ketua ASEAN 2011, Indonesia telah mempersiapkan beberapa hal yang diupayakan untuk membawa bangsa-bangsa di Asia Tenggara ini untuk menuju terbentuknya ASEAN Community pada tahun 2015 sebagai tema kepemimpinannya sekaligus menempatkan ASEAN sebagai sentralitas dalam perkembangan tataran global yang tengah berubah dan bergerak ke arah titik berat strategis dan ekonomi dunia, khususnya di Asia Pasifik. Belajar dari pengalaman sebelumnya yang pernah menjabat sebagai ketua ASEAN, Indonesia  ingin memastikan bahwa pembentukan Komunitas ASEAN pada 2015 akan dapat dicapai tepat pada waktunya. Selain itu, Indonesia juga sedang memikirkan agar ASEAN dapat berperan aktif dan mampu memberikan kontribusi bagi penyelesaian permasalahan dunia setelah 2015.
            Selama memimpin ASEAN 2011, Indonesia telah membuat 3 hal yang menjadi prioritasnya. Yang pertama yaitu memastikan adanya kemajuan yang signifikan yang tertata, dan konkret terhadap  pembentukan komunitas ASEAN tahun 2015 mendatang yang didasarkan pada tiga pilar, yakni politik-keamanan, ekonomi, dan sosio-kultural. Hal ini dilakuukan untuk mengukur pencapaian masing-masing negara anggota ASEAN dalam mengimplementasikan kebijakan dalam tiga pilar ASEAN itu sendiri(2). Yang kedua,  memastikan bahwa arsitektur lingkungan dan regional di wilayah ASEAN kondusif untuk berlangsungnya pembangunan terkait dengan KTT di Asia Timur (East Asia Summit) yang terdiri atas negara anggota ASEAN ditambah Jepang, China, Korea Selatan, Selandia Baru, Australia, India, dengan ditambahnya dua anggota baru, yaitu AS dan Rusia. Hal ini dilakukan oleh Indonesia untuk menciptakan Dynamic equilibrium  (keseimbangan dinamik) agar  tidak ada kekuatan dominan tunggal di kawasan dan berbagai negara berinteraksi secara damai dan menguntungkan(3). Yang ketiga, yaitu peran Indonesia dalam mengatasi isu-isu global yang terjadi di kawasan Asia tenggara berkaitan dengan isu ekonomi,politik, dan terutama di bidang keamanan, dimana hal ini tampak pada peran Indonesia sebagai fasilitator penyelesaian konflik yang terjadi antara kamboja-thailand, dimana para pemimpin negara ASEAN mendukung tindakan Indonesia tersebut(4). Para pemimpin ASEAN memiliki sikap yang sama yaitu perlunya mengedepankan penyelesaian perbedaan secara damai dan mencegah kontak senjata antara kedua negara.
            Menurut penulis, selama kepemimpinan Indonesia sebagai ketua ASEAN 2011 sudah berlangsung dan dijalankan dengan baik. Hal ini terbukti dari keberhasilan Indonesia di beberapa hal seperti penanganan konflik Kamboja-Thailand, kerja sama pertahanan keamanan maritim, operasi penjaga perdamaian, peningkatan industri pertahanan, penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan. Selain itu di bidang ekonomi Indonesia juga berhasil memanfaatkan posisinya sebagai ketua ASEAN untuk melibatkan diri
secara aktif dalam berbagai forum kerja sama ekonomi global, dimana Indonesia menjadi tuan rumah berlangsungnya ASEAN Finance Ministers Meeting (AFMM) (5).
            Dalam kegiatan ini  bukan tidak mungkin kelak Indonesia akan mampu menjadi negara besar dengan pertumbuhan ekonomi mencapai dua digit sehingga mimpi untuk masuk ke dalam kelompok negara berkembang dan berpengaruh dalam perekonomian global (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan/BRICS) dapat tercapai.   Namun dengan berbagai tindakan dan upaya yang telah dilakukan, dapat diharapkan untuk memperbaiki citra Indonesia di mata  Internasional dimana saat ini Indonesia sendiri tengah di cederai oleh kasus-kasus dan permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam negeri sehingga mengakibatkan reputasi dan kepercayaan negara-negara internasional terhadap Indonesia menurun.
            Oleh karena itu, penulis banyak berharap agar Indonesia dengan menyandang jabatan sebagai ketua ASEAN dapat terus berupaya meningkatkan reputasi dan bargainning possitionnya di kawasan Asia Tenggara, khususnya seiring dengan peran dan relevansi Indonesia di ASEAN. Akhir kata, semoga 
kedepannya Indonesia dapat menjadi lebih baik dan belajar dari pengalaman sebelumnya.


Sumber referensi

- Visi Indonesia sebagai ketua Asean 2011 (http://www.deplu.go.id/Pages/News.aspx?IDP=4318&l=id)
- http://www.detiknews.com/read/2011/05/03/114249/1631141/10/3-prioritas-indonesia-sebagai-ketua-asean
http://www.wartaberita.co.cc/ktt-asean-pemimpin-asean-dukung-indonesia-fasilitasi-penyelesaian-konflik-kamboja-thailand/
http://news.okezone.com/read/2011/04/28/58/450833/ekonomi-dan-kepemimpinan-indonesia-di-asean



Penulis : Edho Fernando
Mahasiswa HI 2009 


Lihat Profil
Edho Fernando


Indonesia : ASEAN Leader 2011

    Association of Southeast Asian Nations (ASEAN, basically was established in Bangkok on 8th August 1967 by five former countries: Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapore, and Philippine. The establishment of ASEAN initially determined to constrain the expansion of communism ideology. Furthermore the subsequent developments of ASEAN show that ASEAN has become a regional cooperation forum in economic, security, and political sectors. ASEAN has become more important for ten countries in Southeast Asia region (Indonesia, Malaysia, Singapore, Philippine, Thailand, Vietnam, Cambodia, Laos, Brunei, Burma). 
            In 2011 Indonesia has an opportunity to become ASEAN’s leader. Indonesia becomes the leader of ASEAN after the substitution of Brunei. Surely, in this position Indonesia should show the responsibilities on solving many problems happening in Southeast Asia region. As far as we know, there are lot of problems happened in South East Asia.
            There are some problems that Indonesia should focus on. First, the Thailand and Cambodia conflict on Phrear Vear temple in the borderline of those countries. As far as we know, this conflict has injured and killed many innocent people. This is really a serious problem for ASEAN. The question is on how ASEAN tries to make a best solution for both countries. Absolutely, ASEAN should try to find the solution without ignoring non interference principle. The initiative should also come from Indonesia as the leader of ASEAN. Indonesia should meet both Thailand and Cambodia and should try to make a better solution for both countries. ASEAN should try to find a compatible solution, so that there will be no noncombatant victims of the conflict. The reason of being a ‘people to people’ organization which can answer all people’s voices in Southeast Asia should be taken as a reason to find a proper solution to solve this problem.
            The second problem is about terrorism, people smuggling, and another security problem. Basically, ASEAN has initiated cooperation between the members to encounter and solve these problems. Terrorism has become a central issue nowadays. ASEAN should become more and more serious on encountering terrorism. The fact that Southeast Asia has become one of terrorism base should be put as a serious problem.
            The third one is the plan to apply Republic Democratic of East Timor as the eleventh member. This also becomes a serious problem too. East Timor or Timor Leste has become a new country in Southeast Asia region (after separated from Indonesia in 1999). If we compared it with another ASEAN member of course Timor Leste can also become one of ASEAN member.
            Indonesia’s leadership in 2011 absolutely become  a big challenge. Why? It is because Indonesia must concern in solving ASEAN multi dimensional problems. Indonesia’s contribution is needed in this context; also to reach the goals on building ASEAN community in 2015. A good step taken by Indonesia can also become a stepping stone for ASEAN commonly and also to prepare ASEAN to become a community in 2015.
            Finally, it depends on Indonesia especially President Yudhoyono and the decision makers to decide the point of being leader of ASEN and what should be done first.
Reference
Luhulima CPF,dkk, Masyarakat Asia Tenggara  Menuju Komunitas ASEAN 2015, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2008.

Penulis : Titus Bransma Heru
Mahasiswa HI 2009

Sumber gambar : http://www.thejakartapost.com/files/images/1asean2.jpg


Hembusan Nafas Garuda

Bagai angin memacu waktu

Selalu berpijar namun tak sampai

Laksana bernafas di antara deru kehampaan

Menanti kesempatan demi sebuah perubahan

Dunia telah merenda duduk

Menyapa lenggang lewat udara

Menyuarakan pesan yang harus diperankan

Demi lahirnya sebuah bintang kehidupan

Sudah waktunya kita bergema

Menabur irama garuda ke angkasa

Agar kelak angin menyampaikan pada dunia

Bahwa kita bagian sejarah mereka

By : Fazrin Wijaya Kusuma














Lihat Profil Fazrin Wijaya Kusuma

Indonesia dan ASEAN

    Beberapa pekan telah lewat sejak KTT ASEAN berlangsung pada tanggal 7-8 Mei lalu di Jakarta. KTT ke-18 ini diharapkan oleh banyak pihak mampu menjadi tonggak perubahan dalam tubuh ASEAN, sekaligus menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di antara negara-negara ASEAN sendiri maupun persoalan antara negera-negara ASEAN dengan negara-negara lainnya. Kepemimpinan Indonesia sebagai ketua ASEAN juga mendapat sorotan yang luar biasa dari berbagai pihak. Indonesia sebagai negara yang paling besar di ASEAN diharapkan mampu menjadi pamong dan pemimpin yang mampu membawa ASEAN ke arah yang lebih baik.
Banyak pemikir dan analisis yang mengatakan bahwa sebagai sebuah komunitas, ASEAN menghadapi begitu banyak tantangan, baik secara internal maupun tantangan-tantangan eksternal. Secara internal tantangan itu misalnya berupa vested interest dari beberapa anggotanya, kemudian persoalan-persoalan mendasar yang menempatkan ASEAN bukan hanya sebagai organisasi ‘minum kopi’ kaum elit, tetapi menjadi organisasi bersama masyarakat ASEAN, hingga persoalan-persoalan antara negara-negara ASEAN sendiri, misalnya sengketa perbatasan dan lain sebagainya. Secara eksternal tantangan itu datang dari dampak globalisasi, kejahatan lintas negara, hingga persoalan lingkungan hidup, ekonomi, dan persoalan sosial budaya (demokrasi, penegakan HAM, free trade area) dan lain sebagainya. Tantangan-tantangan tersebut menjadi bagian yang terbesar dari koeksistensi ASEAN dalam konteks regional kawasan Asia Tenggara maupun dalam konteks global. Tantangan-tantangan ASEAN itu sendiri menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi negara-negara ASEAN, lebih khusus bagi Indonesia sebagai pemimpin ASEAN saat ini. Indonesia memagang perananan yang sangat penting dalam penyelesaian berbagai persoalan yang berhubungan dengan keutuhan dan keberlangsungan ASEAN sebagai sebuah komunitas.
Tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh ASEAN adalah globalisasi dan dampaknya. Globalisasi menyebabkan semakin menghilangnya batas antara satu negara dengan negara lain seiring dengan meningkatnya perdagangan internasional dan hubungan antara satu negara dengan negara lain. Seperti yang diungkapkan oleh Jose T. Almante, bahwa letak geografis negara-negara ASEAN yang begitu strategis menyebabkannya memiliki peluang yang besar untuk memperoleh keuntungan dari perdagangan bebas dan investasi yang terbuka. Peningkatan kesejahteraan harus berbanding lurus dengan penciptaan pasar yang efektif dan efisien. Tantangan globalsasi menyebabkan ASEAN mau tidak mau harus lebih terbuka dan mengusahakan pasar yang sehat. Walaupun demikian tetap saja globalisasi bisa berdampak negatif tergantung pada sejauh mana globalisasi merasuk ke semua sendi kehidupan masyarakat ASEAN.
Sekurang-kurangnya ada 10 hal yang menjadi hasil keputusan yang diraih oleh KTT ke-18 ASEAN di Jakarta beberapa waktu lalu, antara lain:
Konektivitas ASEAN
Konektivitas itu dilakukan dengan membangun infrastruktur, transportasi, telekomunikasi, dan people to people contact.


Ketahanan Pangan dan Energi
Kenaikan  harga pangan dan kelangkaan energi merupakan salah satu isu penting. Di bidang energi, ASEAN sepakat mengembangkan energi terbarukan.
Konflik Thailand dan Kamboja
Peaceful solution merupakan hal yang ditawarkan oleh para pemimpin ASEAN dalam menyelesaikan sengketa antara Thailand dan Kamboja.
Regional Architecture
ASEAN + 1, ASEAN +3, APEC, dan ASEAN Regional Forum merupakan beberapa contoh regional group yang dibangun di wilayah ASEAN, Asia Timur, dan Pasifik. Peran ASEAN dalam berbagai regional architecture tersebut menjadi poin penting.
People Center Association
ASEAN people to people atau people center  merupakan salah satu output KTT ini.
Penanganan Bencana Alam
Wilayah Asia tenggara merupakan wilayah yang rawan bencana. Maka, perlu kerja sama di antara negara-negara ASEAN.
Kerjasama Subkawasan ASEAN.
Kerjasama di bidang eko-tourism atau penciptaan konektivitas yang lancar antara negara-negara anggota diharapkan meningkat dan mampu membawa keuntungan bersama.
Penyelengaraan The 1st East Asia Summit
Acara itu disepakati diselenggarakan di Indonesia dan untuk pertamakalinya akan dihadiri oleh 2 anggota baru, yaitu Amerika Serikat dan Rusia.
Keanggotaan Timor Leste
Timor Leste secara formal telah mengajukan proposal kepada Presiden SBY agar keanggotaannya di ASEAN dipercepat.
Pertukaran Myanmar dan Laos Sebagai Ketua ASEAN
Laos ingin bertukar waktu kepemimpinannya dengan Myanmar, yang semula pad tahun 2014 menjadi 2016
Dari kesepuluh hasil keputusan dalam KTT ini, ASEAN diharapkan semakin mampu membawa dirinya sebagai organisasi regional yang terintegrasi secara solid, serta mampu mengondisikan diri secara baik dalam hubungan dengan komunitas yang lebih luas dalam tataran global.
Indonesia sebagai ketua ASEAN kiranya mampu mendorong penyelesaian konflik yang terjadi antara Kamboja dan Thailand, sehingga eskalasi konflik tidak meluas dan tidak berdampak signifikan terhadap stabilitas di kawasan. Indonesia kiranya juga mampu mendorong tercipatanya kawasan Asia Tenggara yang lebih kondusif demi cita-cita untuk menjadi satu komunitas yang solid dan mampu menjawabi persoalan dan berbagai tantangan yang ada.

(SAN THOBIAS)

REFERENSI
“KTT ASEAN Hasilkan 10 Kesepakatan Penting”, dalam http://www.detiknews.com/read/2011/05/08/221910/1635039/10/ktt-asean-hasilkan-10-kesepakatan-penting, diakses pada 18 Mei 2011
Centre for Strategic and International Studies (CSIS). 2001, Towards An ASEAN Strategy of Globalization, CSIS: Jakarta
        Flores, Jamil Maidan. 2000, ASEAN Economic Cooperation: Helping the Breadwinners of Southeast Asia, the ASEAN Secretariat: Jakarta






Selasa, 14 Juni 2011

Galeri Foto Seminar Pendidikan 2011

< KOIN Crew >
Seminar Pendidikan 2011 bertajuk "MDGs dan Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal : Mencerdaskan Kehidupan Bangsa?" baru saja selesai beberapa hari yang lalu. Tapi semangat untuk kembali membangun pendidikan di Indonesia harus tetap terpatri dalam masing-masing individu. Kali ini KOIN akan share beberapa foto terkait kegiatan seminar kemarin.

Senin, 30 Mei 2011

Seminar Pendidikan KOIN 2011 (News Report)

Seminar Pendidikan 2011
               Pusat Kajian Organisasi Internasional Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta baru-baru ini menggelar sebuah seminar dengan judul "MDGs dan Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal : Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" pada hari Rabu, 25 Mei 2011. Sengaja pendidikan menjadi topik bahasan utama karena moment yang tepat pada bulan Mei sebagai bulan dalam merefleksikan arah pendidikan di Indonesia. Seminar yang diadakan di ruang seminar Agus Salim FISIP UPN "Veteran" Yogyakarta  dihadiri lebih dari 100 peserta dan beberapa wartawan mass media yang ikut meliput jalannya kegiatan seminar tersebut. Panitia menghadirkan tiga pembicara yakni Ki Sutikno; pamong Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta dan juga pengamat pendidikan, Ferry Widodo; ketua umum Pimpinan Nasional Front Perjuangan Pemuda Indonesia dan aktivis pendidikan, serta juga Koh Hwat yang berlatar belakang sebagai sastrawan dan budayawan.
                Seminar yang dipandu Krisantus Ghena Ona yang akrab disapa San dan Aisyah Nur Utami atau Tami berjalan dengan lancar. Acara dibuka dengan menyanyikan lagu kebanggsaan Indonesia Raya lalu diikuti pemutaran fil dokumenter tentang pendidikan dan dedikasi Romo Mangun dalam membangun pendidikan ditengah kehidupan masyarakat miskin.
               Dalam seminar tersebut, Ki Sutikno memaparkan betapa kayanya budaya Indonesia dan juga kearifan lokal yang dimiliki masyarakat sebagai sebuah bentuk pedoman dalam hidup. Lebih jauh Ki Sutikno menjelaskan betapa pentingnya pendidikan Indonesia dalam memaknai berbagai kearifan lokal yang ada di setiap daerah sehingga dapat memajukan wajah pendidikan Indonesia. Sebagai contoh, beliau (Ki Sutikno, pen) memaparkan sosok Ki Hajar Dewantara sebagai teladan bagi pendidikan di Indonesia. Masyarakat juga perlu belajar dari alam serta memaknai alam misalnya angin yang dimaknai sebagai yang adil dan merata.
           Rolland Nae sebagai ketua panitia kegiatan seminar pendidikan ketika ditemui tim KOIN Community menjelaskan alasan diadakannya seminar pendidikan ini. "Pendidikan kita kini telah kehilangan arahnya, apalagi di tengah arus globalisasi yang kian deras ini. Pendidikan kita harus berkharakter, bukannya ikut arus westernisasi yang jauh dari budaya kita. Ini juga sebagai bentuk pemenuhan Indonesia yang sudah ikut meratifikasi MDGs(Millenium Development Goals). Semoga ke depannya pendidikan Indonesia lebih cerah dan maju" tutup Rolland dengan lugas.
           Acara yang dimulai pukul 08.00 WIB ini berakhir pukul 12.30 WIB dengan acara makan siang bersama. Semua peserta menikmati jalannya acara. Selamat dan sukses untuk semua yang sudah ikut berpartisipasi dari awal hingga akhir acara ini. Terima kasih juga pada Andi Offset, harian Kedaulatan Rakyat, RRI Pro II Jogja, dan ibu Ratnawati yang telah men-support dari awal kegiatan ini. Bravo KOIN, maju trus pendidikan Indonesia !!!

Sabtu, 16 April 2011

Seminar Pendidikan 2011

 Semenjak dicanangkannya dalam  Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000, MDGs (Millenium Development Goals) telah menjadi sebuah kebijakan penting pembangunan tiap negara yang terlibat. Bersama negara-negara lainnya, Indonesia yang juga ikut dalam program MDGs ini, telah menandatangi deklarasi sebagai bentuk komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015. Pendidikan menjadi salah satu aspek penting dari delapan aspek utama yang hendak dicapai. Lalu sejauh manakah peran MDGs dalam memajukan pendidikan di tanah air kita?
             Berdasarkan ulasan masalah di atas, Pusat KOIN (Kajian Organisasi Internasional) termotivasi untuk mengadakan sebuah seminar pendidikan 2011 pada tanggal 25 Mei 2011 dengan mengangkat tema "MDGs dan Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal : Mencerdaskan Kehidupan Bangsa?". Tema ini sangat relevan dalam mengkaji dan menelaah lebih jauh wajah pendidikan di negeri ini, apalagi bulan Mei menjadi momentum yang tepat dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional (hardiknas) sekaligus refleksi bersama dalam membangun pendidikan di Indonesia. Jatuh bangun pendidikan di tanah air tercinta ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab bersama.
        Guna mendukung pengkajian yang mendalam terkait tema tersebut, KOIN mengundang tiga pembicara yang sudah kompeten dalam dunia pendidikan. Sebagai pembicara pada seminar yakni Darmaningtyas; pengamat pendidikan, Ki Sutikno; pamong Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa dan pengamat pendidikan, serta Ferry Widodo; aktivis pendidikan dan Ketua Umum Pimpinan Nasional Perjuangan Pemuda Indonesia.
       Sedangkan fasilitas yang disedikan panitia yakni sertifikat, seminar kit, coffee break dan lunch (makan siang). Untuk kontribusi peserta, mahasiswa UPN "Veteran" Yogyakarta Rp 35.000 dan umum Rp 40.000.

Contact Person :
Dessy : 081952051330
Happy: 085244488668
koin.upnyk@yahoo.com

So, tunggu apalagi, buruan daftar sebelum terlambat.
Mari kita bangun pendidikan di tanah air tercinta ini.


Harapan Kami


by Marlin Salakory

Kami hanya rakyat biasa…
Berusaha hidup dalam kesederhanaan…
Bahkan terlalu sederhana kami arungi kehidupan ini…

Dalamkesederhanaanini,kamiberusahamencariharapan…
Yaharapanuntuklebihbaik…
Tahun 2000 terdengar sebuah seruan pengharapan…
Harapan untuk menuju hidup yang lebih baik…
Harapan untu kanak kami tidak lagi mengemis di jalanan…
Kami taklagi menahan perihnya rasa lapar…

Millenium Development Goals
Dapatkah kami taruhkanseluruhharapan kami padanya?
Tak muluk harapan kami…
Cukup jaminkan pendidikan bagi anak kami…
Kesehatan bagi istri dan anak kami…
Biarkan kukepulkan asap dapur rumahku…

11 tahun berlalu sejak harapan itu lahir…
Rasanya semua harapan masih menjadi harapan…
Kecewa?
Ya kami kecewa,namun kami akan terus berjuang…
Kami ingin tetap berjuang di luar bayang semu harapan itu…

Secarik Pendidikan Kita

            Adanya MDGs di Indonesia dinilai belum bisa dikatakan efektif untuk pendidikan di Indonesia. Delapan tujuan MDGs yang memuat : 1) penanggulangan kemiskinan dan kelaparan, 2) mencapai pendidikan dasar untuk semua, 3) kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, 4) mengurangi angka kematian bayi, 5) meningkatkan kesehatan ibu, 6) melawan HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lain, 7) memastikan kelestarian lingkungan hidup, 8) kemitraan untuk pembangunan. Dari ke delapan tujuan tersebut salah satu prioritas yang harus dijalankan bagi Indonesia adalah menuntaskan tercapainya target pendidikan dasar untuk semua masyarakat Indonesia mengenai pemerataan pendidikan dasar dengan menargetkan pada tahun 2015 semua anak Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, akan dapat menyelesaikan pendidikan dasar, tidak ada lagi yang putus sekolah.
           Adapun program pemerintah yang mencanangkan program pemerataan pendidikan. Program Wajib Belajar 9 tahun adalah salah satu bentuk usaha pemerintah Indonesia dalam mewujudkan pemerataan pendidikan bagi seluruh warga negara. Penulis berasumsi bahwa program pendidikan pemerintah wajib belajar 9 tahun belum dapat dikatakan berhasil. Dalam arti, banyak anak yang putus sekolah karena biaya mahal dan jarak untuk mendapatkan pendidikan yang jauh sehingga menambah score banyaknya anak yang putus sekolah dan berujung pada kegagalan karena tidak mendapat pendidikan yang semestinya didapat. Selain itu program pemerintah yaitu Beasiswa harusnya mampu membantu program MDGs supaya dapat terpenuhi. Tapi realita berkata lain, beasiswa telah dipersalahgunakan yang mana pada dasarnya beasiswa diperuntuk buat orang tidak mampu tapi kini kalangan orang kaya juga ikut menikmatinya. Jelas ini berbanding terbalik dengan hal yang semestinya.
Jelas sekali ironi pendidikan kita yang terjadi saat ini, mengingat pendidikan merupakan kebutuhan utama untuk mewujudkan masyarakat yang berpotensi dan maju. Pendidikan yang sebagai arti upaya untuk memenuhi dan mengembangkan potensi diri seseorang suaya memiliki budi pekerti yang luhur agar kelak mecapai tujuan sesuai dengan UUD 45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tapi sungguh ironis, yang terjadi saat ini pendidikan sudah tidak lagi menjadi hal utama untuk menunjang kemampuan setiap warga Negara menjadi lebih baik dalam menghadapi dunia yang semakin mengglobal. Pemerintah cenderung selalu memperhatikan kepentingan politik yang selalu diutamakan, dan cenderung selalu tidak mengoptimalkan apa yang sedang terjadi dengan pendidikan dalam negeri. Padahal pendidikan adalah hal utama untuk untuk menciptakan masyarakat yang berintelektual yang baik. Tapi nyatanya tidak, pendidikan kita dihadapkan pada berbagai dilema yang sulit dipecahkan. Dalam perkembangnya penulis menilai bahwa pendidikan lewat media sekolah tidak lagi menjadi penanaman nilai-nilai kemanusiaan. Sekolah menjadi “penjara” yang memisahkan nak didik dari dinamika persoalan masyarakat. Dalam arti, semakin lama seseorang bersekoah, semakin besar jarak antara dirinya dan realitas kehidupan yang sebenarnya. Sistem pendidikan yang tidak dialogis juga telah menyebabkan bakat dan kreatifitas yang dimiliki seseorang tidak bisa berkembang dengan baik. Penulis menilai bahwa pendidikan saat ini tidak lagi menjadi sarana dalam mencapai dan memajukan kualitas sumber daya yang dimiliki setiap orang, melainkan menjadi tempat seseorang untuk diarahkan dan didesain menurut pola yang sudah baku.
           Menurut penulis, ada tiga hal pokok yang harus diutamakan pemerintah dalam rangka untuk menciptakan kematangan dalam menciptakan mutu pendidikan yang maju yaitu, yang pertama adalah memajukan pendidikan, yang kedua menumpaskan kemiskinan, dan yang ketiga menciptakan kesehatan. Penulis berasumsi bahwa tiga ini merupakan inti penting dalam mencapai pemenuhan target MDGs. Penulis mengasumsikan bahwa pendidikan, kemiskinan, dan kesehatan seperti roda yang terus berputar. Dalam arti begini, apabila pendidikan dapat dipenuhi target dan kualitasnya maka tidak akan menutup kemungkinan untuk timbulnya orang-orang yang berpendidikan serta orang yang mengerti akan kehidupan sosial sehingga terhindar dari kebodohan yang mana kebodohan ini akan menjadi menjadi akar kemiskinan, mengingat kemiskinan akan mematikan pergerakan untuk mencapai sesuatu yang menjadi tujuan. Dalam arti, kemiskinan akan membuat seseorang tidak dapat mencapai pemenuhan hidup yang lebih baik. Misalnya tidak tercapainya pemenuhan gizi yang baik akibat minimnya ekonomi untuk membeli barang yang memiliki kandungan gizi yang baik. Sehingga mau tidak mau seseorang akan memenuhi kebutuhan pangannya dengan sesuatu yang “memiliki kandungan gizi yang kurang”. Dengan keadaan yang seperti ini jelas akan menimbulkan nilai kesehatan yang rendah terhadap seseorang tersebut akibat pemenuhan gizi yang kurang baik yang telah dikonsumsi oleh seseorang itu.
             Dan wajar saja jika ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan yang minim disediakan dan kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap pemerintah menyebabkan tumbuhnya kebodohan pada masyarakat yang berimbas pada kemiskinan. Dan akibat dari kemiskinan itu timbul pola hidup yang tidak sehat sehingga nilai kesehatan menjadi menurun akibat tidak terpenuhi gizi yang baik dalam masyarakat. Dan bagaimana akan timbul generasi yang intelek dan berpendidikan jika masyarakat miskin dan tidak sehat, akibat pendidikan yang tidak kondusif untuk dijalankan. Dan ini akan terus menjadi roda yang terus berputar dalam dimensi kehidupan masyarakat kita jika pendidikan kita tidak dievolusi yang secara signifikan dan tidak manejemen dengan baik oleh orang-orang diatas sana.

Jumat, 15 April 2011

Lingkungan Bersih (Verly)


Echa dan Verly
Indonesia sebagai negara megabiodeversity memegang peran yang sangat penting dipermukaan bumi ini. Setiap saat 240 warga Indonesia berkontribusi langsung baik positif maupun negatif dan lebih terhadap perubahan lingkungan. Dan, lebih dari setengahnya adalah anak-anak. Anak-anak merupaka generasi penerus yang akan menentukan baik dan buruknya kualitas lingkungan Indonesia.
Seperti kata-kata bijak: “Jika ingin melihat masa depan suatu bangsa,lihatlah generasi mudanya”, kita sebagai generasi muda,pastinya tidak mau kalau negara kita memiliki masa depan yang buruk, maka kita harus peduli terhadap lingkungan kita.

Hehehe,,,,pasti ada yg bertanya-tanya,apa hubungannya dengan lingkungan,,,,,????
Hmmmm,,,,pastinya  ada donk,,,,!!!!!

Saat ini, kualitas lingkungan Indonesia memasuki masa kritis kerusakan hutan, polusi, pemanasan global, dan hilangnya sumber daya laut. Keadaan lingkungan sudah tidak  lagi  bersahabat dengan manusia. Buktinya banyak bencana yang terjadi seperti banjir, gempa, dan bencana lainnya. Suara dari para generasi muda merupakan suatu harapan  akan masa depan lingkungan hidup Indonesia yang lebih baik.
Namun, kenyataannya banyak orang yang tidak sadar dan peduli dengan keadaan lingkungan yang sudah rusak. Orang hanya akan peduli terhadap lingkungan kalau bencana sudah terjadi. Maka, sebagai generasi muda yang peduli terhadap lingkungan, kita harus memperhatikan masalah ini. Kita harus berusaha untuk mencegah agar lingkungan kita yang sudah rusak tidak menjadi lebih rusak lagi. Sekurang-kurangnya dengan memperhatikan lingkungan di sekitar kita.
Kita harus tunjukan pada semua orang bahwa kita peduli pada lingkungan juga, dan mau memperbaiki kerusakan yang sudah ada. Kalau bukan kita yang peduli siapa lagi yang akan peduli dengan lingkungan,,,,,?????

Hari Pangan Sedunia dan Kesejahteraan Petani (Claudia Djenadut)

          Mungkin banyak di antara kita yang berpikir bahwa makanan atau pangan adalah sesuatu yang biasa saja sebab hal itu sangat dekat dengan kehidupan kita. Tetapi, hari pangan sedunia yang diperingati setiap tanggal 16 Oktober seolah membuat kita semua tersadar bahwa makanan atau pangan adalah sesuatu yang sangat berguna, sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Siapakah yang bekarja keras secara langsung dibalik semua itu? Tentu saja para petani.
          Pemanasan global yang terjadi saat ini ikut mempengaruhi ilkim dan cuaca. Perubahan musim hujan dan kemarau semakin tidak menentu. Sudah tentu hal ini membuat para petani bingung, bagaimana menentukan pola tanam. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Chanel (IPCC) setiap kenaikan suhu 2 derajat Celcius akan menurunkan produksi pertanian 30 % di China dan Bangladesh pada 2050. Masalahnya adalah dampak keadaan tersebut tidak dibagi secara merata. Rakyat miskin di negara miskin akan semakin miskin akibat ketergantungan mereka akan sumber daya alam yang terus berubah-ubah sesuai dengan perubahan iklim. Dalam kondisi demikian, dunia diempas krisis pangan.
          Meskipun msalah ini membuat para petani kebingungan, tetapi hal ini tidak menyurutkan niat mereka untuk terus bekarja, memproduksi makanan pokok bagi semua yang mengkonsumsinya. Namun apakah para petani sudah diberikan penghargaan yang setimpal dengan usaha dan kerja keras mereka? Sampai saat ini bisa dikatakan bahwa hal itu belum terlaksana, hampir di seluruh negara berkembang. Petani seperti dianaktirikan oleh pemerintah, bahkan oleh masyarakat yang mengkonsumsi apa yang telah mereka produksi.       
         Lewat pendiktean IMF dan Bank Dunia, investasi di sektor pertanian disunat, dialihkan ke led-export production. Lembaga produksi tidak tertarik untuk membantu peningkatan produksi pangan tetapi justru mendorong peningkatkan komoditas ekspor. Dana kerja sama pembangunan dari negara maju untuk negara berkembang naik dari 20 miliar dolar AS (1980) menjadi 100 miliar dolar AS (2007), tetapi pada saat yang sama dana untuk pertanian turun dari 17 miliar dolar AS menjadi 3 miliar dolar AS (Via Campesina, 2008). Bisa dikatakan bahwa petani, oleh kebanyakan masyarakat, dianggap sebagai sebuah pekerjaan rendahan.
Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa kesejahteraan petani dan pertanian sangat tidak diperhitungkan. Padahal kalau mau dibandingkan dengan semua itu, petani dan pertanianlah yang seharusnya lebih menjadi prioritas. Mengingat apa yang sudah mereka kerjakan, petani seharusnya mendapat kesejahteraan, sehingga membuat mereka tetap bisa melakukan pekerjaan mereka dengan baik.
             Pertanian juga seharusnya menjadi prioritas sebab pertanian yang sehat akan membuat pencapaian terhadap ketahanan pangan semakin mudah. Dengan adanya ketahanan pangan, krisis pangan dunia akan lebih mudah diatasi. Pemerintah sebaiknya menjamin akses petani atas tanah (reforma agraria), air, dan bibit lokal unggul. Dengan demikian petani dan pertanian akan semakin maju dan mungkin dengan cara seperti ini dapat mambantu mengatasi krisis pangan dunia.
             Hari pangan sedunia juga mengingatkan kita akan jasa dari para petani dan membuat kita semakin lebih memperhatikan kesejahteraan para petani. Oleh karena itu, mari memperhatikan petani-petani kita.

REFERENSI
http://komunitasrakyattani.blogspot.com/2009/10/hari-pangan-sedunia-dan-kemandirian.html

image :  https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEF-CTR15ppgiPinmmpIght7fr9JgDvd_pGtZGCUPnxR-chrEQjG2eWuylVkRnW2-2e94OwzKtbQj7709YiwhhECQ0Ti8xXuvS7M0Z8tC4Z2x83QEoSIu-9cvQN5C_E2bX5-7NaGpS1qY/s320/hari_pangan.jpg

Jumat, 08 April 2011

Box

           Berpikir global, bertindak lokal merupakan adagium yang pernah didendangkan pada waktu KTT Bumi Rio de Janeiro, Brasil, Juni 1992 ini menyajikan realitas bahwa masyarakat dunia dihadapkan pada situasi dunia yang dilematis antara upaya mengatasi perubahan iklim dalam dimensi global dan mendukung pembangunan berkelanjutan yang berpihak pada lingkungan di tataran lokal. Negara-negara berkembang yang berada dalam tahap pembangunan ekonomi berada dalam situasi sulit karena daya dukung lingkungan semakin merosot. 
             Apabila pembangunan ekonomi yangdigenjot dengan pemakaian energi yang berlebihan, deforestasi, pembentukan gurun, pembuangan emisi karbon yang jauh berada di ambang batas maka dunia berada di garis depan menuju kehancuran. Negara-negara maju cenderung cuci tangan dalam upaya mengatasi dampak pemanasan global yang berujung pada degradasi lingkungan dan perubahan iklim sehingga negara-negara berkembang lebih banyak menanggung akibatnya. Posisi dilematis yang berat sebelah ini membuat negara-negara berkembang menjadi sulit membangun perekonomiannya agar bisa menjadi negara yang maju dan lebih banyak berkonsentrasi pada upaya mengatasi kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh negara-negara maju.
Aris Ceme Nuwa

               Oleh karena itu, perlu ada upaya serius yang harus dilakukan oleh negara-negara maju dan negara berkembang serta implementasi komitmen yang tegas terhadap upaya mencegah kerusakan lingkungan, degradasi lingkungan, dan membangun tatanan dunia yang berpihak pada lingkungan hidup.

Redaksi










Photo : koleksi pribadi


Solitude

Oleh
Freddy D’blues

Mengorek setiap celah,
Mengoyaknya dalam kelalaian,
Kawan hanya seteru
dipaksa bersabar, meratap
di negeri antah berantah
Ini lidah keluhku
genggaman mungil masa kecilku
Sejalan, segaris, searah prahara
Orang hebat terjerat hanyut larut
dalam genangan pekat....
***

Sajak Bumi Yang Beranjak Tua

Aisyah Nur Utami
Oleh
Aisyah Nur Utami


Sebuah pohon di tanam di atas doa
Daunnya hasil penjelmaan kerjasama matahari
Rantingnya berkolaborasi dengan angin,
bergoyang dan berbisik tentang
keluh kesahnya,
Namun dipojokkan, usaha keras si akar tua
Tetap menancap erat, mencoba tegar
firasatku
Tidak, aku memang bukan sedang
berdongeng
Namun bukan tidak mungkin hal ini
akan menjadi dongeng bagi anak cucu kita
sebab kini alam tengah me-mandang sinis dari
beranda kemurkaannya
Kini alam yang tak lagi ramah berdiskusi
dan lantang berteriak
Ketika 0,5 kg oksigen dirampok dalam
setiap harinya
Matilah !! Matilah !!
Alamku berkaca, lalu
menangis !!
Konsep realitas perluasan katamu??????
Huh !! Klasik !!
Sadarlah, mekanisme kaum kapitalis semakin kreatif !!
Hahaha...jika sudah begini aku tidak sabar menunggu....
***


Photo : koleksi pribadi

Indonesia Di Tengah Perubahan Iklim

Oleh Krisantus Tobias Ghena Ona

              Isu perubahan iklim sepertinya tidak akan pernah habis diperbincangkan. Sebagian orang memandang masalah ini sebagai masalah krusial yang benar-benar penting untuk dibicarakan karena menyangkut kehidupan manusia di atas bumi ini. Namun ada juga yang hanya memandangnya sekedar sebagai sebuah bentuk imperialisme baru negara-negara maju atas negara-negara berkembang yang jika semakin diperhatikan semakin menjerat. Walaupun demikian, yang jelas masalah ini merupakan satu dari enam masalah lingkungan hidup yang sedang melanda bumi kita ini dan sangat penting untuk segera diatasi. Hal inilah yang menyebabkan akhir-akhir ini banyak pemangku kepentingan lokal maupun nasional merasa terdorong oleh kemungkinan menghindari deboisasi dengan dukungan pembayaran internasional, dan menyebabkan negara-negara mulai mempertimbangkan risiko dan opsi mengenai bagaimana suatu negara yang rawan beradaptasi dengan perubahan lingkungan tersebut. Maka saat itulah Indonesia menjadi pusat perhatian dunia.

         Sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki hampir 17.000 pulau, Indonesia terbentang atas dua kawasan biogeografis – Indomelayu dan Australia – dan mendukung berbagai jenis kehidupan flora dan fauna dalam hutan basah yang asli dan kawasan pesisir serta laut yang kaya. Ada sekitar 3.305 spesies hewan amfibi, burung, mamalia dan reptil dan sedikitnya 29.375 spesies tanaman berpembuluh tersebar di pulau-pulau ini, yang diperkirakan mencapai 40 persen dari biodiversitas di kawasan APEC. Namun, karena penebangan hutan, kebakaran, serta pem-bukaan lahan yang sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, maka biodiversitas di Indonesia terancam akan hilang. Maka jelaslah bahwa Indonesia mendapat perhatian yang cukup besar dari negara-negara dunia. Indonesia menjadi salah satu negara yang masih mungkin memperbaiki kerusakan-kerusakan yang mengakibatkan perubahan iklim ini. Apalagi Indonesia diklaim menjadi negara ketiga terbesar penyumbang gas rumah kaca di atmosfer bumi, dan hal ini sejalan dengan kebijakan peningkatan penggunaan bahan bakar batu bara pada tahun 2002 yang mencapai 40%. Perhatian negara-negara dunia juga tidak terlepas dari janji pemerintah Indonesia yang akan berusaha meningkatkan penurunan emisi karbon sebesar 26%. Maka, harian kompas 19 November 2009 menuliskan bahwa pemerintah Inggris akan mendorong terkumpulnya dana dari negara-negara maju pada pertemuan tingkat tinggi ke-15 perubahan iklim yang dilaksanakan di Kopenhagen. Aliran dana ini sekiranya akan digunakan untuk membantu negara-negara ber-kembang yang sedang mengembangkan sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Pemerintah Inggris menegaskan bahwa mereka menyediakan dana sekitar 10 juta poundsterling atau sekitar 140 miliar rupiah bagi Indonesia, asalkan Indonesia menepati janjinya untuk me-ningkatkan penurunan emisi karbon dari 26% menjadi 41%.


          Selain Inggris, Troika Uni Eropa juga mengatakan bahwa dalam menyelesaikan masalah ini, keterlibatan Indonesia merupakan hal yang sangat penting demi menghasilkan keputusan yang dapat menggantikan Protokol Kyoto yang akan berakhir pada 2012 nanti. Maka, ketika pertemuan di Kopenhagen ini menghasilkan Copenhagen Accord, diharapkan perubahan iklim bisa segera ditanggulangi.

        Dalam masalah ini Indonesia bisa dikatakan punya posisi tawar yang berarti di mata dunia. Namun, kita patut juga mengkritisi berbagai kemungkinan dan kepentingan yang ikut serta dalam berbagai kebijakan dan apresiasi atas Indonesia. Kita tahu bahwa investasi Troika Uni Eropa di Indonesia memiliki jumlah yang cukup besar, yakni 20 miliar euro, dan terus meningkat sebesar enam persen setiap tahunnya. Begitu pun dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan yang lainnya, punya jumlah investasi yang tidak sedikit di Indonesia. Jadi, dari poin ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mungkin saja ada kepentingan yang satu di atas kepentingan yang lain. Analisis atas hal ini perlu dibuat. Kemudian, terlepas dari hal itu, terkait dengan krisis demokrasi liberal yang terjadi di berbagai negara, Indonesia sebagai sebuah negara berkembang bisa saja hanya dijadikan sekedar sebuah batu loncatan demi memperbaiki berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi di negara-negara lain akibat kemajuan industri yang memberi dampak yang cukup signifikan terhadap lingkungan. Kita tahu bahwa semua manusia hidup dia atas bumi yang sama.

           Kerusakan lingkungan alam yang terjadi pada salah satu wilayah di atas bumi ini tentu akan mempengaruhi wilayah-wilayah yang lain, yang bisa saja ikut menjadi rusak atau terkena dampak dari kerusakan tersebut. Pada tahap ini, secara politis kerusakan lingkungan yang ada pada satu negara diangkat dalam tema kerusakan global sehingga negara-negara lain pun akhirnya merasa bahwa hal tersebut juga menjadi tanggungjawab bersama. Pada tahap ini Indonesia seolah-olah harus memikul tanggung jawab memperbaiki berbagai kerusakan yang telah dilakukan oleh negara-negara lain, yang menyebut dirinya penyelamat dunia itu. Jangan sampai klaim atas Indonesia sebagai negara penyumbang gas rumah kaca hanya sekedar menjadi wacana politik untuk menjebak Indonesia. Indonesia hanya dijadikan tempat daur ulang kerusakan akibat berbagai kebijakan seperti Emision Trading System.

          Jadi, marilah kita mengkritisi berbagai kebijakan politik yang diberikan atas Indonesia oleh negara-negara lain dengan mengatasnamakan perubahan iklim ini. Jangan sampai kita seolah-olah hanya dijadikan sekedar tempat daur ulang berbagai kerusakan yang terjadi di bumi ini. Tak lupa pula, kita berharap agar pemerintah kita mampu mengambil kebijakan yang tidak berat sebelah dan tidak merugikan kepentingan rakyat banyak.


REFERENSI

“Energi dan Kelestarian Lingkungan Hidup,” dalam http://www.forplid.net/index.php option=com_content&task=view&id=79&Itemid=1 diunduh pada 29 November 2009.
“Isu Lingkungan Hidup di Indonesia,” dalam http://www.worldbank.org/id/environment, diunduh pada 29 November 2009.
“Kopenhagen Ajang Menghimpun Dana Lingkungan,” dalam Kompas, Kamis 19 November 2009.
Setiawan, Bonnie. 2004, “Krisis Demokrasi Liberal atau Pseudo Demokrasi?” Mandatary, Edisi 1/Tahun 1/2004, Yogyakarta: Institute for Research and Empowerment